Ahli Hukum Pidana Sebut Penggalangan Dana Sumbangan oleh Komite Sekolah Sudah Sesuai Substansi dan Prosedural dan Bukan Pungli

Labura, (Demon) Ahli Hukum Pidana dan juga Praktisi Hukum Dr. Safrin Ritonga, SH., MH menegaskan bahwa Penggalangan Dana yang dilakukan Komite Sekolah dalam Pasal 3 huruf b dan Pasal 10 Ayat (1) dan Ayat (2) Permendikbud No 75 Tahun 2016 Tentang Komite Sekolah sudah sesuai “substansi” dan “prosedural”.

Safrin menilai regulasi tersebut sudah sudah sesuai dengan isi materi muatannya, karena pada ketentuan Pasal 3 huruf b mengatakan ada frasa diizinkan dan diperbolehkannya dalam melaksanakan fungsi dan tugas Komite Sekolah melakukan penggalangan dana dan sumber daya pendidikan lainnya dari masyarakat baik perorangan/organisasi/dunia usaha/dunia industri maupun pemangku kepentingan lainnya melalui upaya kreatif dan inovatif;

Pasal 10 Ayat (1) juga memperjelas dengan mengatakan dalam melaksanakan tupoksinya Komite Sekolah bertugas untuk melakukan penggalangan dana dan sumber daya pendidikan lainnya untuk melaksanakan fungsinya dalam memberikan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan; dan kemudian isi Pasal 10 Ayat (2) juga mengatakan Penggalangan dana dan sumber daya pendidikan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbentuk bantuan dan/atau sumbangan, bukan pungutan.

Apabila merujuk ketentuan perundang-undangan, Permendikbud No 75 Tahun 2016 Tentang Komite Sekolah dimana aturan itu bersifat lex specialis sehingga aturan itu menguatkan serta mempertegas kewenangan komite sekolah dalam hal melaksanakan serta menjalankan tugas dan fungsinya di sekolah dalam memberikan pertimbangan serta penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan baik itu terkait kebijakan sekolah, RAPBS/RKAS, dll serta melakukan penggalangan dana dalam bentuk sumbangan.

Jika Permendikbud itu dianggap merugikan publik, safrin menyarankan agar masyarakat mengajukan uji materil ke Mahkamah Agung dengan menyampaikan permohonan keberatan terhadap berlakunya aturan Permendikbud tersebut dan bukan menggiring opini dan narasi yang tidak baik seperti pungli dan lain sebagainya.

Seperti diberitakan beberapa hari yang lalu di media online terbitan medan tanggal 18/7/24 tentang pemberitaan miring Kepala Sekolah SD Negeri 112274 dituduh melakukan pungli atas penggalangan dana sumbangan oleh Komite Sekolah.

READ  Mantapkan Kesiapan PPK, KPU Kota Medan Gelar Simulasi Pungut Hitung Suara di TPS

Apalagi sesuai dengan hasil musyawarah sebagaimana keterangan orang tua siswa dalam pemberitaan di media online beberapa hari lalu tidak ada orang tua siswa yang keberatan serta tidak ada dipaksaan karena mereka ikhlas bahkan meraka yang mengusulkan sumbangan itu ke komite sekolah sebesar 2 ribu rupiah perminggu dengan ketentuan jika mereka ada uang. https://detektifmonitor.com/orang-tua-siswa-iklas-sumbangan-untuk-kegiatan-keagamaan-islam-di-sd-negeri-112274-bukan-pungli/
Ia bahkan menilai berdasarkan hasil pengkajian serta penelitian secara hukum tidak melihat dan menemukan pungutan liar di sekolah SD Negeri 112274 Leidong, karena penggalangan dana sumbangan oleh komite itu murni kewenangan komite yang diatur dalam permendikbud untuk melakukan penggalangan dana sumbangan, makanya jangan keliru dan salah mengartikan mengenai pungutan liar (pungli) dan sumbangan.

Perlu saya perjelas, Pungli adalah Perbuatan yang dilakukan oleh seseorang atau Pegawai Negeri atau Pejabat Negara dengan cara meminta pembayaran sejumlah uang yang tidak sesuai atau tidak berdasarkan peraturan yang berkaitan dengan pembayaran tersebut.

Hal ini sering disamakan dengan perbuatan pemerasan, penipuan atau korupsi. Ucap safrin. Pasca sebelum lahirnya Undang_Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, tindakan pungli diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dalam Pasal 368 KUHP menyatakan bahwa siapa pun yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum memaksa orang lain memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, dapat diancam dengan pidana penjara hingga sembilan tahun.

Jauh sebelum masyarakat mengenal kata “pungli,” KUHP telah mengidentifikasi transaksi haram ini dengan beberapa istilah, termasuk pemerasan (Pasal 368), gratifikasi/hadiah (Pasal 418), serta melawan hukum dan penyalahgunaan wewenang (Pasal 23).

READ  Polda Sumut Bongkar Penyelundupan 54 Kilogram Sabu di Batu Bara, Empat Pelaku Ditangkap

Pungli termasuk ke dalam kategori kejahatan jabatan, yaitu penyalahgunaan kekuasaan untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.

Berdasarkan ketentuan pidana tersebut, kejahatan pungutan liar dapat dijerat dengan tindak pidana di bawah ini:

a. Tindak pidana penipuan
 Penipuan dan pungutan liar adalah tindak pidana yang mana terdapat unsur-unsur yang sama dan saling berhubungan, antara lain untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan rangkaian kebohongan untuk atau agar orang lain menyerahkan barang atau sesuatu kepadanya.

b. Tindak pidana pemerasan
 Penipuan dan pungutan liar adalah tindak pidana yang mana terdapat unsur-unsur yang sama dan saling berhubungan, antara lain untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan rangkaian kekerasan atau dengan ancaman agar orang lain menyerahkan barang atau sesuatu kepadanya.

c. Tindak pidana korupsi
 Tindak pidana korupsi yang sangat erat kaitannya dengan kajahatan jabatan ini, karena rumusan pada pasal 415 pasal penggelapan dalam KUHP diadopsi oleh UU No. 31 tahun 1999 yang kemudian diperbaiki oleh UU No. 20 tahun 2001, yang dimuat dalam pasal 8.

Setelah lahirnya Undang_Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi maka berlakulah asas lex specialis derogat legi generalis adalah salah satu asas hukum, yang mengandung makna bahwa aturan hukum yang khusus akan mengesampingkan aturan hukum yang umum.

Menurut Safrin, secara hukum untuk dapat dikatakan sebagai pelaku pungutan liar (pungli) harus memenuhi unsur objektif pungli dan unsur sabjektif pungli jika tidak maka perbuatan itu tidak dapat dikatakan sebagai perbuatan pungutan liar (pungli) sebagaimana saya jelaskan sebagai berikut :

READ  Mantapkan Kesiapan PPK, KPU Kota Medan Gelar Simulasi Pungut Hitung Suara di TPS

Unsur Objektif Pungutatan Liar (Pungli)
1. Pegawai Negeri atau penyelenggara negara (dreamtenaar);
2. Menyalahgunaakan kekuasaan (misbruik van gezaq)
3. Memaksa seseorang (iemans dwigen om) untuk:
– Meberikan sesuatu (iets of geven);
– Membayar (uitbetaling);
– Menerima pembayaran dengan potongan, atau (eene terughouding geneogen nemenbij eene uitbetling);
– Mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri (een persoonlijken dienst verrichten).
Unsur Subjektif Pungutan Liar (Pungli)
1. ATAU dengan maksud untuk (met het oogmerk om) menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum (zch of een ander weddechtelijk te bevoordelen) ;
2. Menguntungkan secara melawan hukum (werrechtelijk te bevordelen).

Menurut dalam rumusan korupsi pada Pasal 12 huruf e UU No. 20 Tahun 2001 berasal dari Pasal 423 KUHP yang dirujuk dalam Pasal 12 UU No.31 Tahun 1999 sebagai tindak pidana korupsi, yang kemudian dirumuskan ulang pada UU No.20 Tahun 2001 (Tindak Pidana Korupsi), menjelaskan definisi pungutan liar adalah suatu perbuatan yang dilakukan pegawai negeri atau penyelenggara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.

Dijelaskan Safrin, pertanyaannya? apakah disini Kepala Sekolah dan Komite Sekolah SD Negri 112274 Leidong ada mendapatkan keuntungan dari uang sumbangan yang digalang oleh komite serta melakukan pemaksaan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf e Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, lantas dimana pungutan liar nya, makanya kita jangan keliru dan membaca setengah-setengah tentang peraturan perundang-undangan agar tidak terjadi kekeliruan dalam penafsiran hukum sehingga menimbulkan opini yang tidak sesuai dengan hukum dan fakta yang sebenarnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *