Sidikalang, (Demon) Sebelum tahun 1946 telah berdiri sebuah perkampungan yang bernama Napa mbelang,Nama kampung ini berasal dari bahasa daerh setempat,berpengertan (dataran luas) yang terletak di desa Soban, kecamatan Siempat nempu, Kabupaten dairi yang dihuni oleh warga setempat (pak pak) dan karo yang menggunakan air dari lesung air (kincirair penggiling padi)yang digunakan untuk kebutuhan sehari hari.
Kisah ini ditulis berdasarkan keterangan dari christian Tamba kepala desa Kepala kampung pertama di Desa Soban kecamatan kecamatan siEmpat Nempu pada tahun 1950.
Dia kepada penulis semasa hidupnya puluhan tahun yang lalu mengatakan pada tahun 1946 Ayahnya (Oppung Pantas Tamba) beserta keluarga berangkat dari negeri tamba melalui danau toba naik perahu (Solubolon) sampai ke silalahi menuju Napa mblang dan tinggal bersama ibeberenya yang menikah sama marga Sembiring,setelah beberapa lama tinggal di sana diminta lah tanah dari marga Padang yang raja tanah di daerah siempat nempu,setelah disetujui oleh marga Padang dibukalah tanah itu lalu di puncak bukit lahan yang dibukanya itu dibuatlah perkampungan itulah barisan tamba .
Namun pada saat pertama pembukaan lahan tersebut dia belum ikut karena dia pada saat itu masih bekerja sebagai panglima kepala negeri (kepal nagari) ,di negeri tamba, yang pertama membuka tanah barisan tamba itu adalah ayah dan adik-adikku , setelah 3 tahun berikutnya aku datang menyusul dan tak lama setelah aku tinggal di sana aku terpilih menjadi kepala desa atau happung pada saat itu.
Jadi pada saat itu kampung napa mbelang dengan kampung barisan tamba adalah kampung yang berdekatan jaraknya hanya sekitar 1 km, kampung napa mbelang berada di kaki bukit yang datar dan dihuni etnis setempat dan etnis Karo sedangkan barisan tamba berada di posisi puncak bukit tanah yang dibuka ayah saya . ucapnya
Pada saat itu kami membuat sebagian tanah kami untuk perkampungan yang namanya barisan tamba dan tanah wakaf yang berada berdampingan di sebelah utara kampung Barisan tamba serta bersumber air dari mata air yang ada di Hulu kampung barisan tamba adalah bagian dari tanah kami yang di manfaatkan sebagai sumber air kebutuhan masyarakat di kampung Barisan Tamba..
Pernah juga terjadi permasalahan pada tahun 1951 ,permasalahan itu antara Kampung Barisan tamba dengan barisan gereja ,barisan Sinaga yang pertikaian itu terjadi karena kaki bukit dibawah (telaga)sumber air minum (mual) kampung Barisan tamba dibuat menjadi persawahan sehingga terkadang air tersebut keruh kekampung dibawah kampung Barisan gereja dan Barisan Sinaga namanya, warga dua kampung ini keberatan dengan adanya kampung Barisan tamba dihulu kampung mereka, namun permasalahan tersebut tak lama terselesaikan dengan damai dan sepakat untuk tidak mengganggu lokasi sumber air kampung Barisan gereja, Barisan Sinaga.
Sayang pada tahun 1958 terjadilah peristiwa pemberontakan yang memecahkan antar suku karo ,pak pak kontra Toba ,sehingga terjadilah perang antar etnis atau perang saudara pada saat itu membuat warga masyarakat yang tinggal di kedua kampung ini mengungsi dan sebagian orang toba pulang ke Samosir, dua tahun lamanya peristiwa itu terjadi.
Pada tahun 1960 kami kembali lagi ke kampung barisan tamba dan semakin banyak lah masyarakat penghuni barisan tamba , namun kampung napa mblang musnah dan tidak ada lagi sampai saat ini, mungkin karena kampung napang mbelang yang lebih dulu ada di daerah tersebut sudah terdaftar di statistik pemerintahan sehingga kampung barisan tamba kampung kami itu jadi disebut -ebut kampung napa mblang padahal kampung napa mbelang sudah tidak ada lagi sejak tahun 1959.
Dikatakannya lagi pada tahun 1961 dia bersama dua orang adiknya pindah ke Sei lebah, kecamatan Sei kepayang kabupaten Asahan, rumah kami di jual secara kekeluargaan kepada adek perempuan yang menikah kepada marga Lumban raja, oppung lisna namanya sejak tahun 1961 tanah kami diusahain oleh dua orang adik saya yang bernama op Juden tamba dan oppung Ronal tamba yang tetap tinggal di Barisan tamba hingga sekarang paparnya mengakhiri. (Facundus)